Semakin berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, lingkungan kita sekarang dikenal dengan lingkungan era media
dimana semua aspek kehidupan kita dikelilingi bahkan dipengaruhi oleh media.
Hal ini memiliki dampak positif dan negatifnya sendiri. Positifnya, masyarakat
menjadi melek media, up-to-date akan
berita dan informasi yang tersebar di dunia luas. Namun tak bisa dipungkiri,
hal ini pun memiliki dampak negatif yaitu masyarakat menjadi lebih asik dengan
dunia maya / virtual dibandingkan dengan dunia nyata, mereka menjadi lebih
menutup diri terhadap interaksi langsung antara sesama.
Media disadari seperti magnet yang mampu menarik
semua lapisan masyarakat dari segala penjuru untuk mempercayai apa yang
ditayangkan atau disajikan media. Pada
Selasa, 1 September 2015 Ketua Bidang Penelitian di Asosiasi Ikatan Sarjana
Komunikasi Indonesia, Ibu Endah Murwani menyempatkan diri untuk hadir mengisi
kelas Kapita Selekta di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara.
Beliau membahas mengenai periklanan namun lebih memfokuskan untuk membahas
mengenai kekerasan simbolik yang terkait dengan media.
Semakin banyak berhubungan dengan media, maka
kehidupan kita dikepung oleh media. Salah satu pernyataan yang disampaikan oleh
Ibu Endang Murwani: Iklan mengalami pergeseran fungsi, dari yang hanya
menawarkan calon konsumen agar tertarik membeli produknya menjadi membentuk
sistem nilai, gaya hidup, maupun selera budaya tertentu.
Menurut Williamson (1978:20); using product is currency yaitu menggunakan produk yang diiklankan
sebagai uang untuk membeli produk kedua yang secara langsung tidak terbeli.
Sebagai contoh, seseorang yang membeli produk sabun pembersih muka di iklan,
selain membeli produknya ia juga berharap membeli kecantikan yang dimiliki oleh
sang model dalam iklan tersebut. Di satu sisi, iklan yang ditampilkan tersebut
memang dapat menarik orang-orang yang melihatnya, namun di sisi lain iklan juga
bisa membentuk pola pikir masyarakat sehingga apa yang ditampilkan di iklan
seakan-akan adalah sesuatu yang paling benar, yang ideal, dan yang terbaik di
kehidupan masyarakat.
Hidup manusia tidak pernah lepas dari komunikasi.
Sejak kecil hingga dewasa manusia berkomunikasi dan bergantung dengan
lingkungan sekitarnya. Manusia memiliki hal-hal yang rutin dilakukan sejak
kecil hingga menjadi kebiasaannya hingga besar. Sebagai contoh pola minum susu
setiap pagi atau sebelum tidur. Hal ini kemungkinan besar terbentuk mungkin
karena ajaran dari keluarga. Keluarga adalah faktor utama yang membentuk pola
hidup atau tata kebiasaan yang kita lakukan. Melihat hal ini, iklan produk susu
menampilkan berbagai macam cara untuk menarik calon konsumen agar mau
mengonsumsi produknya. Sebagai contoh, iklan susu HiLo teen. Dalam setiap iklan
susu HiLo, sering sekali ditampilkan bahwa remaja yang bertubuh gemuk dan
pendek adalah sosok yang kurang dianggap oleh orang sekitarnya. Sedangkan
remaja yang bertubuh tinggi dan kurus disenangi oleh orang-orang di sekitarnya.
Jika dikaitkan dengan teori dari Williamson, iklan HiLo selain untuk menjual
produk susu tinggi kalsium untuk remaja, iklannya juga menjual proporsi tubuh
remaja “ideal”. Dapat dikatakan, simbol ini merupakan salah satu contoh bentuk
kekerasan simbolik yang dapat menyerang para remaja yang bertubuh pendek dan
gemuk. Akibat iklan ini, bisa jadi banyak anak muda yang menjadi kurang pede
dengan keadaan fisiknya karena ia melihat sosok yang ideal adalah sosok yang
bertubuh kurus tinggi. Hal ini dalam taraf tertentu bisa merubah pola pikir dan
perilaku masyarakat, dan jika ada pihak-pihak yang tidak pandai dalam menyikapi
hal tersebut maka bisa berbahaya bagi dirinya sendiri atau orang lain.
Banyak yang menjadi korban iklan dan media massa, salah
satunya adalah aktris muda Indonesia bernama Prilly
Latuconsina. Aktris yang terkenal di sinetron Ganteng-ganteng Serigala ini
memang memiliki tubuh yang sedikit gemuk, tidak seperti sosok wanita “ideal” yang
sering muncul di iklan-iklan TV lainnya. Pada awalnya, Prilly tidak terlalu
fokus dengan ukuran tubuh yang dianggap kurang sempurna, namun di media sosial
Prilly kerap mendapatkan komentar-komentar negatif tentang berat badannya.
Akhirnya, Prilly melakukan diet yang cukup ekstrim, dalam satu hari dia tidak
makan makanan lain selain buah. Akibat kesibukan syuting yang padat dan
kurangnya asupan makanan yang bergizi, kesehatan Prilly pun drop hingga dia
harus dirawat beberapa hari di rumah sakit. Kasus di atas merupakan salah satu
contoh kasus terkait kekerasan simbolik. Tayangan iklan, sinetron, film, maupun
foto-foto yang sering ditampilkan di media massa seringkali tertanam kuat di benak
masyarakat, dan seringkali yang tertanam adalah yang berbentuk kekerasan-kekerasan
simbolik. Maka, sebagai penikmat media massa kita harus pandai melihat dan
mencerna segala hal yang ditampilkan.
“Media is the most powerful entity on earth. They have
the power to make the innocent guilty and to make the guilty innocent, and
that’s power. Because they control he mind of the masses.”
– Malcom X
– Malcom X



Tidak ada komentar:
Posting Komentar