Indonesia merupakan
salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang masyarakat nya terdiri dari
berbagai agama, suku, budaya, dan ras yang hidup dengan rukun dan damai dengan
memegang teguh semboyan Bhineka Tunggal Ika. Bhineka Tunggal ika berarti
persatuan dan kesatuan yang berasal dari keanekaragaman. Masyarakat Indonesia
sudah berabad-abad hidup dalam kebersamaan dan perbedaan, yakni perbedaan
bahasa, suku, budaya, ras, agama dan warna kulit. Akan tetapi mereka semua
bersatu dan bergandengan tangan yang menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara
yang memiliki bangsa yg besar. Keberagaman dan kekhasan sebagai sebuah realitas
masyarakat dan lingkungan serta cita-cita untuk membangun bangsa dirumuskan
dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Namun pada saat ini,
Bhineka Tunggal Ika sudah bukan lagi menjadi semboyan bangsa Indonesia. Pada
saat ini setelah 70 tahun merdeka nya Indonesia, banyak masyarakat Indonesia
dan generasi muda yang melupakan makna dari semboyan Bhineka Tunggal Ika ini.
Pada Selasa 25 Agustus 2015, Bapak Agus Sudibyo selaku Ketua Program Studi
Akademi Televisi Indonesia dan Anggota Dewan Pers 2010-2013 menyempatkan
dirinya untuk mengisi kelas Kapita Selekta di Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Tarumanagara Jakarta. Banyak pelajaran yang Bapak Agus sampaikan di
kelas, mulai dari membahas undang-undang penyiaran hingga memberikan contoh
nyata mengenai undang-undang tersebut yang terjadi di masyarakat. Yang menarik
menurut kelompok kami adalah saat Bapak Agus menerangkan UU Bab 4 dan Pasal 15.
Di dalam UU Penyiaran bab 4 berisikan tentang agama, ras, dan golongan. Dalam
UU ini dibahas jika dalam penyiaran televisi dan radio tidak boleh mengandung
unsur yang dapat menjelek-jelekkan agama, ras, dan golongan. Dan dalam Pasal 15
dikatakan bahwa program penyiaran tidak boleh menghina kelompok minoritas dan
marginal dan tidak boleh memberikan informasi berita yang stereotype.
Adapun kasus yang
akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat di masyarakat yang melanggar UU
penyiaran tersebut yakni kasus pesan kebencian yang disampaikan kepata etnis
Tionghoa melalui media sosial facebook dengan akun atas nama Arif Kusnandar
pada tanggal 22 Agustus 2015.
Di akun Facebook nya tersebut Arif menuliskan
bahwa warga Tionghoa yang ada di Indonesia yang menyebabkan terpuruknya
perekonomian saat ini. Dalam pernyataan tersebut kelompok minoritas dijadikan
kambing hitam atas kondisi yang sedang dialami Indonesia sekarang ini. Yang
memprihatinkan adalah apa yang dituliskan oleh Arif yakni menyalahkan Gubernur
DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih sering dipanggil Ahok. Arif
menyalahkan Ahok atas kasus penggusuran di Kampung Pulo dan mengajak warga
untuk mengulang peristiwa mei 1998 yang kelam.
Kasus ini mendapat banyak kecaman dari berbagai pihak, lantaran pesan
yang disampaikan melalui dunia maya tersebut dapat memecah belah semboyan
Bhineka Tunggal Ika yang selama ini telah di bangun dan dipegang teguh oleh
masyarakat Indonesia.
Selain itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku, saat memutuskan mencopot
Syamsuddin Noor dari jabatan Wali Kota Jakarta Selatan, beliau dikirimi
kata-kata yang bersifat rasis. Berikut adalah petikan dari sms rasis tersebut “Anda sudah copot Wali Kota kami. Padahal,
kami sudah kerja keras seperti kuli di toko China.” Padahal jika kita
telusuri lagi secara mendalam, tidak ada hubungannya antara warga pribumi yang
bekerja di toko milik warga Thionghua, dengan Bapak Ahok yang menjabat sebagai
Gubernur dan melakukan berbagai tindakan guna kepentingan seluruh warga DKI
Jakarta.
Demikian pula dengan penggusuran
warga Kampung Pulo, beliau menggusur lahan tersebut tidak dengan semena-mena.
Melainkan dengan izin bapak presiden kita yang terhormat yakni Bapak Joko
Widodo disertai disediakannya tempat yang nyaman untuk relokasi penduduk yang
terkena gusur walaupun itu berada diatas tanah milik Negara. Namun hanya Bapak
Ahok saja yang terkena imbas dari kejadian ini berupa ancaman-ancaman, caci
maki, sumpah serapah dan berbagai pernyataan berbau SARA lainnya. Padahal jika
kita telusuri, penggusuran yang dilakukan di berbagai wilayah DKI Jakarta
berguna untuk mengantisipasi banjir yang setiap tahunnya selalu melanda ibukota
Jakarta.
![]() |
| Penggusuran lahan di Kampung Pulo |
![]() |
| Aksi para demonstran yang kontra dengan tindakan Ahok |
Kami sebagai generasi penerus
Indonesia merasa sangat prihatin atas kejadian yang belakangan ini terjadi yang
menyinggung masalah agama, ras, dan etnis yang berbeda. Perlu adanya sikap
saling menghargai, menghormati, dam rasa persaudaraan di antara masyarakat
Indonesia. Kita ini satu yaitu Indonesia, kita tidak mau Indonesia hancur
karena masyarakat nya sudah melupakan Bhineka Tunggal Ika dan memilih untuk
bercerai-berai. Mari bersatu dan bangkit untuk membangun Indonesia menjadi
negara yg kuat yang terdiri dari keanekaragaman agama, ras, dan etnis.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar