Minggu, 27 September 2015

MEDIA BARU, baik atau buruk ?


Hidup manusia tidak bisa lepas dari komunikasi dan informasi. Informasi dapat kita peroleh dari media cetak, media elektronik maupun media baru (internet). Media baru merupakan hasil dari teknologi yang semakin berkembang. Tidak dapat dipungkiri , teknologi berkembang dengan sangat pesat dalam beberapa waktu terakhir. Perkembangan pesat teknologi tidak pernah menjadi topik yang bosan untuk dibicarakan. Pengaruh perkembangan teknologi begitu terasa dalam berbagai bidang kehidupan manusia, salah satunya pada media. Media massa seperti buku, koran, dan majalah berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Berawal dari perpaduan media massa konvensional dan teknologi, maka lahirlah new media atau yang lebih kita kenal sebagai internet.
Penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg merupakan titik awal dari evolusi media massa. Sedangkan penemuan media jejaring sosial Facebook oleh Mark Zuckenberg merupakan awal dari munculnya media baru. Baik Gutenberg dan Zuckenberg sama-sama membuat perubahan di eranya. Gutenberg dengan mesin cetaknya membuat orang-orang yang pasif karena hanya bisa mendengarkan informasi, kini mereka menjadi mudah untuk menjawab rasa keingintahuan mereka dengan membaca. Sedangkan, Zuckenberg dengan Facebook-nya, membuat orang-orang di berbagai belahan dunia menjadi lebih mudah untuk saling terhubung dan berkomunikasi. Zuckenberg sendiri tidak pernah menyangka bahwa penemuan jejaring sosialnya ini dapat memiliki dampak dan kekuatan yang sangat besar.
Media massa memiliki fungsi informasi, memberikan edukasi juga hiburan.  Media massa memiliki pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat sehingga disebut juga sebagai Pilar Demokrasi Keempat. Media massa dalam prakteknya memiliki agenda tersendiri yang mana terdapat tujuan untuk menguntungkan pihak mereka sendiri. Terdapat agenda setting, framming, priming. Kita sebagai consumer media harus pintar untuk melakukan seleksi terhadap apa yang disajikan oleh media. Jika kita tidak pintar menyeleksi, kita akan menjadi korban dari penyiaran media. Kekuasaan dan pengaruh media massa yang tadinya terletak di tangan media, kini berada di tangan massa atau khalayak. Informasi yang tadinya bersifat ”One to many” berubah menjadi ”many to many”
Menurut Straubhaar (2012) ,salah satu wujud media baru adalah media sosial, yaitu media yang isinya diciptakan dan didistribusikan lewat interaksi sosial. Ada enam cirri media baru yaitu :
a) Digital: digitalisasi terbukti dapat meningkatkan kualitas transmisi
b) Interactive (Interaktif): Sekarang ada TV, iklan, website interaktif
c) Social media (Media sosial): Yaitu media yang isinya diciptakan dan didistribusikan lewat interaksi sosial.
d) Asynchronous Communication (Komunikasi asinkronik): Konsumsi media bisa dilakukan sesuai waktu yg enak bagi tiap orang
e) Narrowcasting (Menyebar secara sempit): Kini program siaran TV dan radio dapat dipesan secara khusus sesuai selera pribadi-pribadi.
f) Multimedia: Media-media lama seperti surat kabar dan majalah kini dapat menciptakan platform multimedia dengan video on demand, jurnalisme warga (citizen journalism) dan lain-lain.
Sedangkan menurut Lister et al (2009), karateristik media baru: digital, interaktif, hipertekstual, virtual, berjaringan, dan tersimulasi (simulated).
Seperti dua kutub magnet yang saling berlawanan, media sosial pun memiliki dampak positif dan negatif . dampak positifnya antara lain :
1.      Sebagai media komunikasi
2.      Media pertukaran data
3.      Media pencari informasi
4.      Kemudahan bertransaksi dan berbisnis
Selain itu ada juga dampak negatif dari media sosial yaitu:
1.      Pornografi
2.      Violence and Gore
3.      Penipuan
4.      Carding
5.      Perjudian
Berikut beberapa kasus yang memiliki dampak akibat dari media baru. Apakah media batu itu baik atau buruk?

Perjuangan Pak Soleh, Tukang Ojek Yang Menginspirasi Netizen Indonesia

Pak Soleh adalah seorang tukang ojek yang mendadak terkenal karena media baru. Pria berusia 65 tahun ini sehari-hari berada di Kompleks Parlemen Senayan. Karena sudah tua, jarang ada penumpang yang mau memakai jasanya. Dalam sehari beliau maksimal hanya mendapatkan 60ribu rupiah.
Namun kisah Pak Soleh berubah ketika dia bertemu dengan seorang penumpang wanita yang memakai jasanya lantaran kasihan ketika Pak Soleh menawarkan jasanya. Beliau tidak mematok harga sehingga penumpangnya bisa memberi seikhlasnya, karena hal itu wanita tersebut pun menceritakan pengalaman menggunakan jasa ojek Pak Soleh di media baru. Sontak Pak Soleh menjadi terkenal dan banyak yang menghubunginya untuk menggunakan jasanya. Hal ini pun berpengaruh kepada penghasilannya
Kasus ini menunjukkan bahwa media baru memberi dampak positif kepada kehidupan Pak Soleh karena hal baik yang disebarluaskan melalui media baru dapat clangsung diketahui oleh sesama pengguna media baru.
Mayoritas Anak Merokok Terpengaruh Iklan

Tayangan iklan rokok melalui media baru memiliki dampak bagi anak dan remaja di Indonesia. Pasalnya anak sering melihat iklan rokok di media baru yang tidak disensor dan dilarang. Adanya iklan-iklan di media baru mengakibatkan anak ingin mencoba untuk merokok dan mengikuti gaya dari apa yang ditayangkan oleh media baru
Berdasarkan data Lentera anak, 70 persen lebih perokok mulai merokok pada usia 19 tahun. Ada kecenderungan jumlah perokok anak meningkat dua kali lipat dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun.  Hal ini tentu memprihatinkan mengingat anak mempelajari hal-hal negatif melalui media baru. 



Jumat, 18 September 2015

LESUNYA PENYIARAN TELEVISI DI INDONESIA




Anak-anak dan remaja adalah generasi penerus bangsa Indonesia yang seharusnya menerima pendidikan dan pengawasan yang lebih dari para orang tua dan orang dewasa supaya bangsa kita menjadi negara yang menghasilkan generasi yang baik dan dapat memajukan bangsa Indonesia. Namun seiring berkembangnya dunia penyiaran di Indonesia, tidak membawa kebaikan akan tetapi membuat  semakin lesu, contohnya dalam bidang penyiaran televisi. Hal ini bisa dilihat dari tayangan-tayangan yang tidak berbobot dan tidak mendidik yang ditampilkan di layar kaca dengan jam tayang dimana kebanyakan anak-anak dan remaja berada di rumah dan mencari hiburan dengan menonton televisi. Akan lebih baik jika pihak penyiaran televisi lebih teliti lagi dalam penayangan suatu acara pada jam-jam tertentu dimana kebanyakan khalayak adalah anak-anak dan remaja. Karena seperti yang kita ketahui, anak-anak dan remaja seringkali menirukan apa yang mereka lihat baik itu hal positif maupun hal yang negatif.


Hal ini sejalan dengan pemikiran yang diutarakan oleh Bapak Paulus Widiyanto selaku Ketua Masyarakat Cipta Media yang berkesempatan untuk mengisi kelas Kapita Selekta di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara hari selasa 15 september kemarin. Menurut Bapak Pulus, fungsi media penyiaran bukan hanya memberikan informasi dan fungsi ekonomi dan kebudayaan saja, akan tetapi juga memiliki fungsi mencerdaskan, fungsi mencerahkan, dan fungsi memotivasi. Beliau sangat peduli dengan dunia penyiaran khusus nya penyiaran televisi, dan berharap dunia penyiaran televisi ke depannya akan sangat berguna dan bermanfaat bagi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Akan tetapi Dunia penyiaran di Indonesia sekarang ini tidak lagi memunculkan fungsi-fungsi utama nya, ada banyak acara dan program di dunia penyiaran di televisi yang tidak memiliki unsure-unsur yang mencerdaskan dan memotivasi. Hal ini jelas bahwa UU Penyiaran no 32 tahun 2002 telah dilanggar oleh para penguasa pertelevisian di Indonesia.





Siaran atau program televisi yang tidak mementingkan fungsi-fungsi tersebut salah satu nya adalah  ditayangkannya film “Ganteng-Ganteng Serigala”, maka banyak anak-anak dan remaja yang menirukan bagaimana cara mereka berakting, dan berbicara. Kemudian dengan ditayangkannya film “Janji Suci Raffi-Gigi” yang mengekspos tentang kekayaan, sosialita artis, pesta yang mewah, serta acara-acara mingguan nya mengenai kehidupan pernikahan artis dimana acara tersebut tidak ada hubungannya dengan edukasi anak-anak dan remaja, padahal acara tersebut ditayangkan pada saat anak-anak dan remaja kebanyakan berada di rumah yaitu pada Setiap Hari Minggu pkl. 17.00 - 18.00  di TRANS TV. Kami para generasi muda berharap orang tua kiranya bisa lebih bijaksana dalam mengawasi anak dengan memberikan bimbingan yang bersifat edukatif. Jangan dibiarkan anak terjebak dalam tayangan televisi yang tidak bermanfaat bahkan cenderung merusak, sebaiknya anak dibekali pengetahuan akan tayangan-tayangan yang mendidik agar kelak tidak terjebak dalam semakin hancurnya tayangan sinetron atau FTV di televisi.


            Kami sebagai salah satu generasi penerus bangsa, ingin melihat adik-adik kami mendapatkan tontonan acara yang baik dan berkualitas mendidik, bukan semata-mata hanya menghibur akan tetapi kami juga menginginkan acara atau suatu program televisi yang bisa memberikan manfaat, mencerdaskan, dan mendidik. Jika peran pemerintah dan peran orang tua tidak turun tangan secara cepat dalam men ganggapi hal ini, maka kami akan semakin kuatir dengan program-program televisi yang bermunculan semakin tidak konsisten dengan kaidah aslinya. Selain itu sebagai orang tua yang baik dan peduli terhadap pendidikan anak, maka harus memberikan tontonan yang baik dan mendidik serta melarang anak-anak menonton program televisi yang tidak sesuai dengan umur.



Minggu, 06 September 2015

Iklan dan Kekerasan Simbolik

Semakin berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan kita sekarang dikenal dengan lingkungan era media dimana semua aspek kehidupan kita dikelilingi bahkan dipengaruhi oleh media. Hal ini memiliki dampak positif dan negatifnya sendiri. Positifnya, masyarakat menjadi melek media, up-to-date akan berita dan informasi yang tersebar di dunia luas. Namun tak bisa dipungkiri, hal ini pun memiliki dampak negatif yaitu masyarakat menjadi lebih asik dengan dunia maya / virtual dibandingkan dengan dunia nyata, mereka menjadi lebih menutup diri terhadap interaksi langsung antara sesama.

Media disadari seperti magnet yang mampu menarik semua lapisan masyarakat dari segala penjuru untuk mempercayai apa yang ditayangkan atau disajikan media.  Pada Selasa, 1 September 2015 Ketua Bidang Penelitian di Asosiasi Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, Ibu Endah Murwani menyempatkan diri untuk hadir mengisi kelas Kapita Selekta di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara. Beliau membahas mengenai periklanan namun lebih memfokuskan untuk membahas mengenai kekerasan simbolik yang terkait dengan media.


Semakin banyak berhubungan dengan media, maka kehidupan kita dikepung oleh media. Salah satu pernyataan yang disampaikan oleh Ibu Endang Murwani: Iklan mengalami pergeseran fungsi, dari yang hanya menawarkan calon konsumen agar tertarik membeli produknya menjadi membentuk sistem nilai, gaya hidup, maupun selera budaya tertentu.

Menurut Williamson (1978:20); using product is currency yaitu menggunakan produk yang diiklankan sebagai uang untuk membeli produk kedua yang secara langsung tidak terbeli. Sebagai contoh, seseorang yang membeli produk sabun pembersih muka di iklan, selain membeli produknya ia juga berharap membeli kecantikan yang dimiliki oleh sang model dalam iklan tersebut. Di satu sisi, iklan yang ditampilkan tersebut memang dapat menarik orang-orang yang melihatnya, namun di sisi lain iklan juga bisa membentuk pola pikir masyarakat sehingga apa yang ditampilkan di iklan seakan-akan adalah sesuatu yang paling benar, yang ideal, dan yang terbaik di kehidupan masyarakat.


Hidup manusia tidak pernah lepas dari komunikasi. Sejak kecil hingga dewasa manusia berkomunikasi dan bergantung dengan lingkungan sekitarnya. Manusia memiliki hal-hal yang rutin dilakukan sejak kecil hingga menjadi kebiasaannya hingga besar. Sebagai contoh pola minum susu setiap pagi atau sebelum tidur. Hal ini kemungkinan besar terbentuk mungkin karena ajaran dari keluarga. Keluarga adalah faktor utama yang membentuk pola hidup atau tata kebiasaan yang kita lakukan. Melihat hal ini, iklan produk susu menampilkan berbagai macam cara untuk menarik calon konsumen agar mau mengonsumsi produknya. Sebagai contoh, iklan susu HiLo teen. Dalam setiap iklan susu HiLo, sering sekali ditampilkan bahwa remaja yang bertubuh gemuk dan pendek adalah sosok yang kurang dianggap oleh orang sekitarnya. Sedangkan remaja yang bertubuh tinggi dan kurus disenangi oleh orang-orang di sekitarnya. Jika dikaitkan dengan teori dari Williamson, iklan HiLo selain untuk menjual produk susu tinggi kalsium untuk remaja, iklannya juga menjual proporsi tubuh remaja “ideal”. Dapat dikatakan, simbol ini merupakan salah satu contoh bentuk kekerasan simbolik yang dapat menyerang para remaja yang bertubuh pendek dan gemuk. Akibat iklan ini, bisa jadi banyak anak muda yang menjadi kurang pede dengan keadaan fisiknya karena ia melihat sosok yang ideal adalah sosok yang bertubuh kurus tinggi. Hal ini dalam taraf tertentu bisa merubah pola pikir dan perilaku masyarakat, dan jika ada pihak-pihak yang tidak pandai dalam menyikapi hal tersebut maka bisa berbahaya bagi dirinya sendiri atau orang lain.


Banyak yang menjadi korban iklan dan media massa, salah satunya adalah aktris muda Indonesia bernama Prilly Latuconsina. Aktris yang terkenal di sinetron Ganteng-ganteng Serigala ini memang memiliki tubuh yang sedikit gemuk, tidak seperti sosok wanita “ideal” yang sering muncul di iklan-iklan TV lainnya. Pada awalnya, Prilly tidak terlalu fokus dengan ukuran tubuh yang dianggap kurang sempurna, namun di media sosial Prilly kerap mendapatkan komentar-komentar negatif tentang berat badannya. Akhirnya, Prilly melakukan diet yang cukup ekstrim, dalam satu hari dia tidak makan makanan lain selain buah. Akibat kesibukan syuting yang padat dan kurangnya asupan makanan yang bergizi, kesehatan Prilly pun drop hingga dia harus dirawat beberapa hari di rumah sakit. Kasus di atas merupakan salah satu contoh kasus terkait kekerasan simbolik. Tayangan iklan, sinetron, film, maupun foto-foto yang sering ditampilkan di media massa seringkali tertanam kuat di benak masyarakat, dan seringkali yang tertanam adalah yang berbentuk kekerasan-kekerasan simbolik. Maka, sebagai penikmat media massa kita harus pandai melihat dan mencerna segala hal yang ditampilkan.

“Media is the most powerful entity on earth. They have the power to make the innocent guilty and to make the guilty innocent, and that’s power. Because they control he mind of the masses.” 
– Malcom X







Sabtu, 05 September 2015

Wajah Muram Indonesia


Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang masyarakat nya terdiri dari berbagai agama, suku, budaya, dan ras yang hidup dengan rukun dan damai dengan memegang teguh semboyan Bhineka Tunggal Ika. Bhineka Tunggal ika berarti persatuan dan kesatuan yang berasal dari keanekaragaman. Masyarakat Indonesia sudah berabad-abad hidup dalam kebersamaan dan perbedaan, yakni perbedaan bahasa, suku, budaya, ras, agama dan warna kulit. Akan tetapi mereka semua bersatu dan bergandengan tangan yang menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki bangsa yg besar. Keberagaman dan kekhasan sebagai sebuah realitas masyarakat dan lingkungan serta cita-cita untuk membangun bangsa dirumuskan dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Namun pada saat ini, Bhineka Tunggal Ika sudah bukan lagi menjadi semboyan bangsa Indonesia. Pada saat ini setelah 70 tahun merdeka nya Indonesia, banyak masyarakat Indonesia dan generasi muda yang melupakan makna dari semboyan Bhineka Tunggal Ika ini. Pada Selasa 25 Agustus 2015, Bapak Agus Sudibyo selaku Ketua Program Studi Akademi Televisi Indonesia dan Anggota Dewan Pers 2010-2013 menyempatkan dirinya untuk mengisi kelas Kapita Selekta di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara Jakarta. Banyak pelajaran yang Bapak Agus sampaikan di kelas, mulai dari membahas undang-undang penyiaran hingga memberikan contoh nyata mengenai undang-undang tersebut yang terjadi di masyarakat. Yang menarik menurut kelompok kami adalah saat Bapak Agus menerangkan UU Bab 4 dan Pasal 15. Di dalam UU Penyiaran bab 4 berisikan tentang agama, ras, dan golongan. Dalam UU ini dibahas jika dalam penyiaran televisi dan radio tidak boleh mengandung unsur yang dapat menjelek-jelekkan agama, ras, dan golongan. Dan dalam Pasal 15 dikatakan bahwa program penyiaran tidak boleh menghina kelompok minoritas dan marginal dan tidak boleh memberikan informasi berita yang stereotype.

Adapun kasus yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat di masyarakat yang melanggar UU penyiaran tersebut yakni kasus pesan kebencian yang disampaikan kepata etnis Tionghoa melalui media sosial facebook dengan akun atas nama Arif Kusnandar pada tanggal 22 Agustus 2015.



 Di akun Facebook nya tersebut Arif menuliskan bahwa warga Tionghoa yang ada di Indonesia yang menyebabkan terpuruknya perekonomian saat ini. Dalam pernyataan tersebut kelompok minoritas dijadikan kambing hitam atas kondisi yang sedang dialami Indonesia sekarang ini. Yang memprihatinkan adalah apa yang dituliskan oleh Arif yakni menyalahkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih sering dipanggil Ahok. Arif menyalahkan Ahok atas kasus penggusuran di Kampung Pulo dan mengajak warga untuk mengulang peristiwa mei 1998 yang kelam.  Kasus ini mendapat banyak kecaman dari berbagai pihak, lantaran pesan yang disampaikan melalui dunia maya tersebut dapat memecah belah semboyan Bhineka Tunggal Ika yang selama ini telah di bangun dan dipegang teguh oleh masyarakat Indonesia.

Selain itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku, saat memutuskan mencopot Syamsuddin Noor dari jabatan Wali Kota Jakarta Selatan, beliau dikirimi kata-kata yang bersifat rasis. Berikut adalah petikan dari sms rasis tersebut “Anda sudah copot Wali Kota kami. Padahal, kami sudah kerja keras seperti kuli di toko China.” Padahal jika kita telusuri lagi secara mendalam, tidak ada hubungannya antara warga pribumi yang bekerja di toko milik warga Thionghua, dengan Bapak Ahok yang menjabat sebagai Gubernur dan melakukan berbagai tindakan guna kepentingan seluruh warga DKI Jakarta.

 Demikian pula dengan penggusuran warga Kampung Pulo, beliau menggusur lahan tersebut tidak dengan semena-mena. Melainkan dengan izin bapak presiden kita yang terhormat yakni Bapak Joko Widodo disertai disediakannya tempat yang nyaman untuk relokasi penduduk yang terkena gusur walaupun itu berada diatas tanah milik Negara. Namun hanya Bapak Ahok saja yang terkena imbas dari kejadian ini berupa ancaman-ancaman, caci maki, sumpah serapah dan berbagai pernyataan berbau SARA lainnya. Padahal jika kita telusuri, penggusuran yang dilakukan di berbagai wilayah DKI Jakarta berguna untuk mengantisipasi banjir yang setiap tahunnya selalu melanda ibukota Jakarta.

Penggusuran lahan di Kampung Pulo

Aksi para demonstran yang kontra dengan tindakan Ahok

            Kami sebagai generasi penerus Indonesia merasa sangat prihatin atas kejadian yang belakangan ini terjadi yang menyinggung masalah agama, ras, dan etnis yang berbeda. Perlu adanya sikap saling menghargai, menghormati, dam rasa persaudaraan di antara masyarakat Indonesia. Kita ini satu yaitu Indonesia, kita tidak mau Indonesia hancur karena masyarakat nya sudah melupakan Bhineka Tunggal Ika dan memilih untuk bercerai-berai. Mari bersatu dan bangkit untuk membangun Indonesia menjadi negara yg kuat yang terdiri dari keanekaragaman agama, ras, dan etnis.