Media
cetak merupakan media pertama sebelum munculnya berbagai jenis media lain,
selain harga yang murah media cetak juga memiliki kelebihan yaitu tahan dalam
dalam artian media cetak dapat dibaca berulang-ulang. Media cetak seharusnya
mampu memberikan kata-kata yang layak untuk dibaca dengan menggunakan bahasa
formal dan “terpelajar”. Namun kenyataannya tidak sedikit media cetak yang
menggunakan kata-kata tidak senonoh dan tidak menggunakan bahasa jurnalistik
dengan benar.
Bahasa Pada Media Cetak
Bahasa
jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita.
Ragam bahasa jurnalistik itupun memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang dapat
membedakan ragam bahasa jurnalistik dengan ragam bahasa yang lain. Dan bahasa
jurnalistik yang baik itu haruslah sesuai dengan norma tata bahasa yang antara
lain terdiri atas susunan-susunan kalimat yang benar dan pemilihan kata yang
tepat.
Terdapat empat
prinsip retorika dalam bahasa jurnalistik yaitu:
1. Prinsip
Prosesibilitas
Prinsip ini merupakan
suatu proses dimana penulis harus memahami dari pesan yang akan disampaikan.
Sehingga pembaca dapat mudah memahaminya, maka di sini penulis harus menentukan
beberapa hal yaitu:
a)
Bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan.
b)
Bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masing satuan
tersebut.
c)
Bagaimana mengurutkan satuan-satuan pesan tersebut.
2. Prinsip
Kejelasan
Yaitu prinsip
dimana penulis dituntut agar teks dapat mudah dipahami oleh pembaca. Dengan
menganjurkan agar bahasa teks menghindari ketaksaan (abiguity) sehingga mudah
dipahami.
3. Prinsip
Ekonomi
Yaitu teks harus
ditulis sesingkat mungkin tanpa haarus merusak dan mereduksi pesan.
4. Prinsip
Ekspresivitas
Pinsip ini
disebut pula dengan prinsip ikonisitas. Yang mana prinsip ini menganjurkan agar
teks dikonstruksi selaras dengan aspek-aspek pesan.
Opinisasi adalah memasukkan pendapat
pribadi wartawan ke dalam sebuah berita, alih-alih memaparkan fakta. Opinisasi
juga berarti pencampuran antara fakta dan pendapat wartawan sehingga
mengaburkan fakta jurnalistik yang sebenarnya. Dalam konsepsi baku jurnalisme,
pemberian opini merupakan hal yang dilarang karena tugas wartawan pada dasarnya
hanyalah melaporkan fakta. Interpretasi berbeda dengan opinisasi. Interpretasi
menggunakan logika, penalaran, bahkan metodologi, sementara opinisasi terjadi
karena kebiasaan memberikan penilaian, menghakimi, keinginan untuk membela
kepentingan tertentu, sampai opini yang sengaja dimunculkan untuk membumbui
sebuah cerita menjadi sensasional.
Sayangnya
tidak semua media cetak terutama koran yang menjalankan prinsip bahasa
jurnalistik, beberapa dari mereka menggunakan kata-kata yag tidak senonoh serta melakukan opinisasi dalam pemberitaannya dengan
memilih kata-kata hanya untuk meningkatkan penjualan tanpa memikirkan dampaknya
bagi masyarakat.
Berikut adalah contoh media cetak
yang dinilai kurang menjalankan prinsip bahasa jurnalistik :
Jangan Nongkrong Sendirian di Lapangan
Mega Kuningan. Cewek Diajak Minum AO, Udah Beler, digilir 5 Kuli
(LM, 4 Agustus 2008)
4 Tahun
Kerja, Malah Kelilit Utang Rp. 2,5 Juta. Linmas Kelurahan
Menteng Ngerampok, Bunuh 3 Orang (LM, 3 Agustus 2008)
2. Berita di harian
Poskota (PK)
Buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Pepatah ini pantas diberikan kepada Ny.Sriatun dan Ryan, anaknya. Ketika diperiksa di Polres Jombang, Ny.Sriatun, yang bekerja sebagai pedagang kain, bersikeras bahwa ia jarang di rumah. (PK, 1 Agustus 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar