Jumat, 04 Desember 2015

Tata Bahasa Baik & Benar

Image result for news
Media cetak merupakan media pertama sebelum munculnya berbagai jenis media lain, selain harga yang murah media cetak juga memiliki kelebihan yaitu tahan dalam dalam artian media cetak dapat dibaca berulang-ulang. Media cetak seharusnya mampu memberikan kata-kata yang layak untuk dibaca dengan menggunakan bahasa formal dan “terpelajar”. Namun kenyataannya tidak sedikit media cetak yang menggunakan kata-kata tidak senonoh dan tidak menggunakan bahasa jurnalistik dengan benar.



Bahasa Pada Media Cetak

Bahasa jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita. Ragam bahasa jurnalistik itupun memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang dapat membedakan ragam bahasa jurnalistik dengan ragam bahasa yang lain. Dan bahasa jurnalistik yang baik itu haruslah sesuai dengan norma tata bahasa yang antara lain terdiri atas susunan-susunan kalimat yang benar dan pemilihan kata yang tepat.
Terdapat empat prinsip retorika dalam bahasa jurnalistik yaitu:
1.      Prinsip Prosesibilitas
Prinsip ini merupakan suatu proses dimana penulis harus memahami dari pesan yang akan disampaikan. Sehingga pembaca dapat mudah memahaminya, maka di sini penulis harus menentukan beberapa hal yaitu:
a)      Bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan.
b)      Bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masing satuan tersebut.
c)      Bagaimana mengurutkan satuan-satuan pesan tersebut.
2.      Prinsip Kejelasan
Yaitu prinsip dimana penulis dituntut agar teks dapat mudah dipahami oleh pembaca. Dengan menganjurkan agar bahasa teks menghindari ketaksaan (abiguity) sehingga mudah dipahami.
3.      Prinsip Ekonomi
Yaitu teks harus ditulis sesingkat mungkin tanpa haarus merusak dan mereduksi pesan.
4.      Prinsip Ekspresivitas
Pinsip ini disebut pula dengan prinsip ikonisitas. Yang mana prinsip ini menganjurkan agar teks dikonstruksi selaras dengan aspek-aspek pesan.
Opinisasi adalah memasukkan pendapat pribadi wartawan ke dalam sebuah berita, alih-alih memaparkan fakta. Opinisasi juga berarti pencampuran antara fakta dan pendapat wartawan sehingga mengaburkan fakta jurnalistik yang sebenarnya. Dalam konsepsi baku jurnalisme, pemberian opini merupakan hal yang dilarang karena tugas wartawan pada dasarnya hanyalah melaporkan fakta. Interpretasi berbeda dengan opinisasi. Interpretasi menggunakan logika, penalaran, bahkan metodologi, sementara opinisasi terjadi karena kebiasaan memberikan penilaian, menghakimi, keinginan untuk membela kepentingan tertentu, sampai opini yang sengaja dimunculkan untuk membumbui sebuah cerita menjadi sensasional.
Sayangnya tidak semua media cetak terutama koran yang menjalankan prinsip bahasa jurnalistik, beberapa dari mereka menggunakan kata-kata yag tidak senonoh serta melakukan opinisasi dalam pemberitaannya dengan memilih kata-kata hanya untuk meningkatkan penjualan tanpa memikirkan dampaknya bagi masyarakat.
Berikut adalah contoh media cetak yang dinilai kurang menjalankan prinsip bahasa jurnalistik :
1. Koran Lampu Merah (kini Lampu Hijau)
Image result for koran lampu merah 
Jangan Nongkrong Sendirian di Lapangan Mega Kuningan. Cewek Diajak Minum AO, Udah Beler, digilir 5 Kuli (LM, 4 Agustus 2008)

4 Tahun Kerja, Malah Kelilit Utang Rp. 2,5 Juta. Linmas Kelurahan Menteng Ngerampok, Bunuh 3 Orang (LM, 3 Agustus 2008)


2. Berita di harian Poskota (PK)

 Image result for koran pos kota  Menjadi bom seks tampaknya menjadi pilihan bagi sejumlah selebritis kita yang menyandang status janda. Mereka melihat film dengan buka aurat merupakan bagian dari profresionalisme memenuhi tuntutan skenario. (PK, 10 Agustus 2008)
Buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Pepatah ini pantas diberikan kepada Ny.Sriatun dan Ryan, anaknya. Ketika diperiksa di Polres Jombang, Ny.Sriatun, yang bekerja sebagai pedagang kain, bersikeras bahwa ia jarang di rumah. (PK, 1 Agustus 2008)