Sumber :www.google.com/jimmysilalahi
Selasa, 13 Oktober 2015, Kelas Kapita Selekta
diisi oleh narasumber yang luar biasa. Beliau adalah Jimmy Silalahi yang
merupakan salah satu anggota Dewan Pers Republik Indonesia. Kelas dibuka dengan
pertanyaan mengenai apa itu korupsi. Beliau mengatakan bahwa korupsi bukanlah suatu
kriminalitas yang melulu tentang hal besar, namun hal tidak produktif sekecil apapun
yang kita lakukan dan merugikan diri sendiri maupun orang lain. Contohnya adalah
korupsi waktu, ketika sudah waktunya masuk kelas namun kita masih melakukan hal
lain atau sengaja ingin masuk telat.
Selanjutnya
beliau menjelaskan mengenai dilemma atau persoalan jurnalis dalam pemberitaan
korupsi, diantaranya:
a) Kecapaian
penyampaian berita vs kedalaman berita
b) Kelugasan
penulisan vs asas praduga tak bersalah
c) Ruang
privat vs Ruang Publik
d) Masih
banyak jurnalis yang belum paham mengenai kode etik jurnalistik
Beliau membahas mengenai ruang privat dengan
ruang publik. Ruang privat memiliki batasan-batasan yang tidak dapat ditembus sedangkan
ruang publik merupakan suatu ruang terbuka dimana siapa pun dan kapan pun dapat
mengakses informasi atau keluar masuk dengan bebas. Agar kami lebih mengerti,
Bpk. Jimmy Silalahi memberikan sebuah pertanyaan. “Kampus termasuk ruang privat
atau ruang publik?“ itulah pertanyaan yang dilemparkan kepada kami. Banyak yang
antusias dan merespon pertanyaan ini disertai argument masing-masing. Suasana menjadi
seru ketika terjadi perdebatan pendapat antara seorang mahasiswa dengan mahasiswa
lainnya.
Kami pun menyadari bahwa kampus atau universitas merupakan ruang
public karena merupakan sumber ilmu, setiap orang bisa mengakses hal apapun terkait
dengan kampus atau universitas asalkan sesuai dengan prosedur.
Kami juga sempat
membahas berbagai contoh kasus pemberitaan di media massa, baik cetak maupun elektronik.
Kerap kali judul atau pemilihan kata yang dipakai oleh jurnalis dan tim kurang sesuai
dengan kode etik jurnalistik. Namun demi menarik minat baca, maka tetap dibuat sedemikian
rupa.
Dari
topik di atas mengenai ruang publik dan ruang privat terkait dengan para
koruptor, kami tertarik untuk membahas mengenai Gayus Tambunan. Siapa yang
tidak kenal Gayus Tambunan? Ya, beliau merupakan koruptor yang cukup sering
diperbincangkan di media massa maupun media sosial. Namanya pertama kali
disebut oleh mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji. Susno menyebutkan Gayus
memiliki Rp. 25 miliar di rekeningnya, namun hanya Rp 395 juta yang dijadikan
pidana dan disita negara. Sisanya Rp 24,6 miliar tidak jelas. Karena hal itu,
Gayus Tambunan dijatuhi hukuman 30 tahun penjara.
Namun
kenyataanya Gayus Tambunan sering terlihat makan dan ‘berkeliaran’ di
tempat-tempat umum seperti restoran atau sedang menyaksikan pertandingan sepak
bola. Hal ini sontak membuat masyarakat heboh. Media massa berbondong- bondong
memberitakan hal tersebut, mungkin dengan maksud agar semua orang tau mengenai
Gayus Tambunan yang selalu terlihat di tempat umum sedangkan seharusnya dia
berada di Lapas Sukamiskin, Bandung.
Adanya
pemberitaan yang terus menerus di media membuat Gayus Tambunan yang seorang
koruptor menjadi seperti selebrtiti,
media membuat seolah-olah Gayus Tambunan adalah selebriti terkenal yang
membutuhkan popularitas.
Segala
kegiatan Gayus Tambunan menjadi sorotan publik dan bahkan terkesan
mengeluk-elukkan koruptor tersebut mengenai betapa hebatnya Gayus yang
seharusnya berada di Lapas namun kenyataannya bisa bebas keluar masuk Lapas
seperti hotel.




